“Gy….!!!”
Geysa, gadis manis yang biasa disapa Gy itu tersentak dari tidurnya. Jeritan tadi membangunkan ia seketika.
“Siapa pula bikin keributan pagi-pagi…”, tak sadar namanya yang dipanggil, Geysa bersiap hendak merebahkan lagi tubuhnya dikasur sambil ngomel-ngomel tak jelas.
“Gyyy…! Heeiii, Geysa. Lo udah bangun belom sih!!!”, kali ini jeritan itu jelas berasal dari depan pintu kamarnya. Dan, Geysa mendengar dengan jelas juga bahwa namanya lah yang dimaksud. Siapa lagi yang punya nama Geysa seperti itu…
“Apaa???”, teriak Geysa kesal karena urung kembali tidur.
“Bukain donk pintunya. Lo pelit amat sih sama pintu doank. Tar lo mati dikejer pintu lho…”, Geysa mendesah. Apa-apaan coba mati dikejer pintu. Emang bisa?
“Iya, iya. Lo bawel amat sih…”, Geysa beranjak dari tempat tidurnya dan membuka pintu. Hm… ada Miko, sang kakak disana. Seperti biasa, berhasil mengerjai adiknya yang sangat malas bangun pagi ini, Miko akan senyum-senyum jahil.
“Pagii adikku yang cantik…”, sapa Miko manis. Geysa mencibir.
“Ada apaan sih bangunin gue pagi-pagi? Masih ngantuk ni, kak…”, Geysa mengucek-ngucek matanya. Ngantuk.
“Astaga, Gy. Lo cewek kok males amat bangun pagi…”
“Hei, Kak Miko ku sayang. Ini kan hari libur…”
“Trus?”
“Ga kuliah juga…”
“Jadi, lo kira boleh bangun siang-siang? NO WAY! Sana, mandi. Ada Indri dibawah nyariin lo…”
“Hha? Indri?”, Miko mengangguk, “Ngapain dia kesini pagi-pagi?”
“Tau, itu urusan dia dan lo. Sekarang mending lo mandi deh, malu gue punya adik bauk macam lo!”, ucap Miko tertawa dan lalu meninggalkan Geysa yang siap memakinya pula.
Diruang tamu rumah Geysa…
“Indri? Ada apa pagi-pagi gini dah disini?”, Geysa duduk disebelah Indri yang sedang asik membaca majalah.
“Temenin gue yuk…”
“Kemana?”
“Kekampus donk, Gy. Kemana lagi?”
“Ngapain libur-libur gini ngampus? Ogah ah, males gue, Ndri…”
“Ayo donk, Gy. Temenin gue, gue bosen tar sendirian. Kan kalo bareng lo, rame, lo ngomel mulu, jadi ga bosen. Okok?”
“Hm… jadi lo minta temenin gue cuma buat jasa kecomelan gue aja nihh…”, Geysa pura-pura cemberut. Indri nyengir.
“Hehehehe, ga juga sih. Ayo donk, Gy… Mau ya? Yaya?”
“Hm… iya, iya. Gue ambil tas gue dulu ya?”
“Oke deh, kamu baik deh…”
“GOMBAL…”, Indri tertawa.
Kedua gadis manis itu kemudian beranjak menuju kampus. Sebenarnya, Geysa bukannya malas untuk menemani Indri. Tapi, kalau saja Indri bukan meminta untuk ditemani ke kampus, tentu Geysa akan dengan senang hati menemaninya. Kampus. Satu-satunya tempat yang selalu mengingatkan Geysa pada Yandra. Cowok yang sebenarnya sudah lama menghiasi hati Geysa.
Yandra, cowok ini sudah menyita semua perhatian Geysa sejak lama. Geysa benar-benar menyayanginya. Lebih dari sekedar sayang. Yandra pernah benar-benar menjadi milik Geysa. Sayang, kebahagiaan itu tidak lama. Yandra tidak mencintai Geysa sebagaimana gadis itu mencintainya. Yandra hanya kasihan dan tak ingin melihat Geysa terus berharap, karena itu ia ingin mencoba. Celakanya, hal inilah yang membuat Geysa sakit. Geysa benar-benar kecewa. Hingga kemudian, ia memutuskan untuk menjauhi dan melupakan Yandra dari kehidupannya. Meskipun ternyata itu sulit. Walaupun kini ada Erlan, cowok yang dianggap Geysa sebagai pengganti Yandra.
“Gue tau apa yang lo pikirin, Gy…”, Geysa tersentak lalu menatap temannya bingung. Indri tersenyum, “Lo selalu ga semangat kekampus. Karena Yandra kan?”, Geysa menatap temannya lalu tertawa.
“Dia udah ga ada, Ndri. Lo kan tau, udah dari dua bulan yang lalu dia stopout…”, Indri tersenyum.
“Tapi mata lo ga bisa bo’ong, Gy. Lo belum bisa ngelupain dia kan?”, Geysa diam. Ya! Apa yang Indri bilang itu benar. “Gimana lo sama Erlan?”
“Baik-baik aja…”, Indri menatap Geysa selidik, “Lo jangan berpikir yang macem-macem. Gue bener-bener sayang sekarang sama Erlan”.
“Tapi lo ga bisa lupain Yandra dari kehidupan lo kan?”, Geysa diam.
“Feeling gue bilang, tar kita bakal ketemu sama dia, Ndri…”, desah Geysa.
“Siapa? Erlan?”, Geysa menggeleng, “Yandra?”, Geysa menatap Indri dan mengangguk, “Astaga, Gy. Dia itu udah pergi. Dan lama mungkin kembali…”, Geysa mengangkat bahu.
Ntahlah, Geysa benar-benar merasa kalau dia akan bertemu dengan Yandra. Cowok itu ada disana. Dan sejauh ini, dugaan Geysa tak pernah meleset. Cowok itu memang telah meninggalkannya dua bulan lalu. Namun, Yandra masih sekali-kali mengirimkan pesan singkat (meskipun hanya sekedar ucapan) kepada Geysa. Bukan hal special. Bahkan hari ulangtahun Geysa pun, Yandra tak ingat. Tapi, Geysa tak pernah bisa benar-benar melupakannya.
Benar saja, sesaat setelah Geysa dan Indri turun dari mobil, Yandra datang bersama kedua temannya, Yossi dan Bobby, yang dulu juga turut andil dalam berlangsungnya jalinan singkat antara Geysa dan Yandra. Tak banyak yang bisa dilakukan Geysa. Hanya tersenyum, KAKU.
“Hai, Gy. Mo kemana sih? Sini aja nih, ada Yandra…”, Bobby menyapa Geysa yang cepat-cepat ingin berlalu.
“Waw, ya udah deh kalo ga mau diganggu. Kita gangguin mobilnya aja deh…”, timpal Yossi. Mereka kemudian tertawa. Kecuali Yandra, yang sedari tadi memperhatikan sikap Geysa yang sama sekali tak mau menengok kearahnya.
Geysa dan Indri memutuskan untuk pergi ke kantin dan makan. Sejauh ini Geysa masih bisa mengatur hatinya. Huft, kenapa harus dia lagi? Kenapa harus Yandra yang ada disini? Kekokohan hati Geysa mendadak pudar ketika Yandra dan teman-temannya juga datang ke kantin yang sama dengan Geysa. Dulu, suasananya begitu menyenangkan.
“Gy…”, Indri memudarkan lamunan Geysa. Geysa menengok kearah temannya, “Lo mau kita pulang?”, Geysa mendesah lalu mengangguk. Mungkin itu lebih baik, “Ya udah, yuk…”, keduanya lalu beranjak pergi. Namun, ntah mengapa, Yossi justu malah mengikutinya dan Indri.
“Gy, lo ngasih sesuatu ya buat Yandra?”, tanya nya langsung. Geysa merasa itu tidak perlu dijawab. Kenapa pula Yandra begitu comel menceritakan hal itu pada teman-temannya?, “Gy, bener ga?”
“Itu bukan urusan elo, Yossi…”, desah Geysa tak nyaman. Yossi tertawa.
“Buat kenang-kenangan ya? Lo masih sayang ya ma Yandra?”, Geysa berhenti dan berbalik.
“Yossi, tolong. Itu urusan gue. Gue masih sayang atau ga sama dia, itu buat gue adalah bagian dari masa lalu gue. Dan masalah barang yang gue kasih ke Yandra, itu juga bukan urusan lo. Tolong, jangan masukan lagi Yandra dalam urusan gue. Gue yakin lo ngerti…”, Yossi diam. Ia tau bagaimana sakitnya Geysa kali ini. Ia hanya ingin memastikan pada Yandra, bahwa gadis itu masih sangat mencintainya.
“Tolong jangan ganggu dia dengan urusan Yandra, Yos…”, ucap Indri sesaat lalu berlari mengejar Geysa yang sudah sedari tadi berlalu meninggalkan ia dan Yossi. Yossi hanya tersenyum lalu memutarbadan kembali.
Geysa memutuskan untuk kembali kerumahnya. Hatinya benar-benar kacau. Melihat kembali Yandra, sama saja mengingatkan ia kepada perasaan terdalam yang dulu pernah disimpannya hanya untuk seorang Yandra. Inilah yang selalu dihindari Geysa, ia tak ingin melihat foto Yandra, apalagi orangnya langsung.
Geysa kemudian berjalan menuju lemarinya. Mengambil tas kuliah yang ia gantung disana. Tangannya kemudian meraih buku catatan kuliahnya. Disana. Tepat disampul belakangnya, Geysa masih menyimpan satu-satunya kenangan yang pernah dimilikinya bersama Yandra.
Dulu, Yandra pernah memberinya selembar uang yang bertuliskan I Y U untuk Geysa. Tepat ketika mereka memutuskan untuk semakin dekat. Sayang, Yandra kemudian mencampakkannya setelah berhasil merebut hatinya. Geysa mengelus lembaran uang itu ketika kemudian…
“Gy, Geysaaa…!”, Geysa tersentak dari tidurnya. Hha, apa ini? Apa? Astaga, cuma mimpi? Geysa mengucek matanya. “Gy, lo udah bangun belom? Sahur nih…”, suara Miko terdengar jelas.
“Iya, gue udah bangun. Tar lagi gue turun…”, teriak Geysa dari atas tempat tidurnya.
Hm… ini kali kedua dalam bulan Ramadhan ini aku memimpikan Yandra. Ada apa ini? Pertanda apa ini? Aku benar ingin mencintai Erlan dengan sungguh-sungguh. Tapi, kenapa Yandra selalu hadir dan mengecohkan perasaanku?
SELESAI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar