All about Math ^_^

CTL ( Contextual Teaching and Learning

Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US Departement of Education, 2001). CTL dikembangkan oleh The Washington State Concortium for Contextual Teaching and Learning, yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah dan lembaga-lembaga yang bergerak dalam dunai pendidikan di Amerika Serikat. Menurut Depdiknas untuk penerapannya, pendekatan kontektual (CTL) memiliki tujuah komponen/prinsip utama, yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat-belajar (Learning Community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assement). Adapun tujuh komponen/prinsip tersebut sebagai berikut: 
1. Konstruktivisme (constructivism
Konstruktivisme (constructivisvism) merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.
2. Menemukan (inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya. Topik mengenai adanya dua jenis binatang melata, sudah seharusnya ditemukan sendiri oleh siswa, bukan "menurut buku". ). Kata kunci dari strategi inkuiri adalah "siswa menemukan sendiri".
3. Bertanya (questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari "bertanya". Questioning merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL. bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong membimbing, dan menilai kemampuan berfikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiri, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek ynag belum diketahuinya. Questioning dapat diterapkan; antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas, dsb. Aktivitas bertanya juga ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja kelompok, ketika menemui kesulitan, ketika mengamati, dsb. Kegiatan itu akan menumbuhkan dorongan untuk "bertanya".
4. Masyarakat – belajar (Learning Community)
Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Ketika seorang anak baru belajar meraut pensil dengan peraut elektronik, ia bertanya kepada temannya "Bagaimana caranya? tolong bantu aku!" Lalu temannya yang sudah biasa, menunjukkan cara mengoperasikan alat itu. Maka, dua orang anak itu sudah membentuk masyarakat belajar (learning community). Hasil belajar diperoleh dari "sharing" antara teman, antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Di ruang ini, di kelas ini, di sekitar sini, juga orang-orang yang ada di luar sana, semua adalah anggota masyarakat-belajar. Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok yang anggotanya hiterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberi tahu yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul, dan seterusnya. Kelompok siswa bisa sangat bervariasi bentuknya, baik keanggotaan, jumlah, bahkan bisa melibatkan siswa di kelas atasnya, atau guru melakukan kolaborasi dengan mendatangkan seorang "ahli' ke kelas. Misalnya tukang sablon, petani jagung, peternak susu. teknisi komputer, tukang cat mobil, tukang reparasi kunci, dan sebagainya.
5. Pemodelan (modeling)
Komponen CTL selanjutnya adalah pemodelan. Maksudnya, dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara melempar bola dalam olah raga, contoh karya tulis, cara melafalkan bahasa Inggris, dan sebaginya. Atau, guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu. Dengan begitu, guru memberi model tentang "bagaimana cara belajar". Sebagian guru memberi contoh tentang cara bekerja sesuatu, sebelum siswa melaksanakan tugas. Misalnya, cara menemukan kata kunci dalam bacaan. Dalam pembelajaran tersebut guru mendemonstrasikan cara menemukan kata kunci dalam bacaan dengan menelusuri bacaan secara cepat dengan memanfaatkan gerak mata (scanning). Ketika guru mendemonstrasikan cara membaca cepat tersebut, siswa menagamati guru membaca dan membolak balik teks. Gerak mata guru dalam menelusuri bacaan menjadi perhatian utama siswa. Dengan begitu siswa tahu bagaimana gerak mata yang efektif dalam melakukan scanning. Kata kunci yang ditemukan guru disampaikan kepada siswa sebagai hasil kegiatan pembelajran menemukan kata kunci secar cepat. Secara sederhana, kegiatan itu disebut pemodelan. Artinya ada model yang bisa ditiru dan diamati siswa, sebelum mereka berlatih menemukan kata kunci, guru menjadi model. Dalam pendekatan CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa bisa ditunjuk untuk memberikan contoh temannya cara melafalkan suatu kata. Jika kebetulan ada siswa yang pernah memenangkan lomba baca puisi atau memenangkan kontes berbahasa Inggris, siswa itu dapat ditunjuk untuk mendemonstrasikan keahliannya. Siswa "contoh" tersebut dikatakan sebagai model. Siswa lain dapat menggunakan model tersebut sebagai "standar" kompetensi yang harus dicapainya.
6. Refleksi (reflection)
Refleksi juga bagian penting dalam pembelejaran dengan pendekatan CTL. Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Rfleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Misalnya, ketika pelajaran berakhir, siswa merenung "Kalau begitu, cara saya menyimpan file selama ini salah, ya! Mestinya, dengan cara yang baru saya pelajari ini, file komputer lebih tertata"
7. Penilaian yang sebenarnya (authentic assement)
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengindentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan sepanjang proses pembelajaran, maka assessment tidak dilakukan di akhir priode (cawu/semester) pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar (seperti) EBTA/EBTANAS, tetapi dilakukan bersama dengan secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran. Data dikumpulkan melalui kegiatan penilaian (assessment) bukanlah untuk mencari informasi tentang belajar siswa. Pembelajaran yang benar memang seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa gar mampu mempelajari (learning how to learn) bukan ditekan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode pembelajaran. Kemudian belajar dinilai dari proses, biukan melalui hasil. Ketika guru mengajarkan sepak bola, siswa yang tendangannya paling bagus, dialah yang memperoleh nilai tinggi. Dalam pembelajaran bahasa asing (bahasa Inggris), siapa yang ucapannya cas-cis-cus, dialah yang nilainya tinggi, bukan hasil ulangan tentang grammarnya. Penilaian autentik menilai pengetahuan dan keterampilan (performansi) yang diperoleh siswa. Penilaian tidak hanya guru, tetapi bisa juga teman lain atau orang lain. Intinya, dengan authentic assessment, pertanyaan yang ingin dijawab adalah "Apakah anak-anak belajar?", bukan "Apa yang sudah diketahui?". Jadi, siswa dinilai kemampuannya dengan berbagai cara. Tidak melulu dari hasil ulangan tulis!

Selain itu, ada beberapa karakteristik yang menjelaskan metode pembelajaran kontekstual. Karakteristik-karakteristik tersebut antara lain: 
• Kerja sama 
• Saling menunjang 
• Menyenangkan / tidak membosankan 
• Belajar dengan bergai/rah 
• Pembelajaran terintegrasi 
• Menggunakan berbagai sumber 
• Siswa aktif 
• Sharing dengan teman 
• Siswa kritis, guru kreatif •
Dinding kelas penuh dengan kratifitas siswa, peta-peta, gambar-gambar, artikel, humor, dll.
Laporan kepada orangtua bukan hanya raport, tetapi juga hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dll.